BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
SEJAK
dahulu kala umat manusia berbeda-beda dalam menilai masalah makanan dan minuman
mereka, ada yang boleh dan ada juga yang tidak boleh. Lebih-lebih dalam masalah
makanan yang berupa binatang. Adapun masalah makanan dan minuman yang berupa
tumbuh-tumbuhan, tidak banyak diperselisihkan. Dan Islam sendiri tidak
mengharamkan hal tersebut, kecuali setelah menjadi arak, baik yang terbuat dari
anggur, korma, gandum ataupun bahan-bahan lainnya, selama benda-benda tersebut
sudah mencapai kadar memabukkan.
Begitu
juga Islam mengharamkan semua benda yang dapat menghilangkan kesadaran dan
melemahkan urat serta yang membahayakan tubuh, sebagaimana akan kami sebutkan
di bawah.
Adapun
soal makanan berupa binatang inilah yang terus diperselisihkan dengan hebat
oleh agama-agama dan golongan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Mengetahui makanan yang halal.
2.
Mengetahui makanan yang haram dan dasar hukumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Makanan Halal
Mengkonsumsi
makanan yang halal adalah keharusan, karena memang demikian perintah syari’at
agama. Allah berfirman :
يا
أيها الذين ءامنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم
“ Hai orang-orang yang beriman
makanlah diantara rizki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu.” [QS.Al Baqarah : 172].
Adapun mengkonsumsi
makanan yang haram disamping mendatangkan mudharat dari segi kesehatan, juga
menimbulkan mudharat dari segi agama yaitu berupa ancaman siksa, karena hal itu
adalah pelanggaran terhadap ketentuan agama islam. Hal lain yang tidak kalah
pentingnya adalah bahwa mengkonsumsi sesuatu yang haram bisa menghalangi
terkabulnya do’a.
Rasululullah
صلى الله عليه وسلم bersabda yang artinya : “Sesungguhnya
Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah
memerintahkan orang-orang beriman serupa dengan apa yang diperintahkan kepada
para Rasul.” Allah berfirman yang artinya : “Hai para Rasul makanlah
dari segala sesuatu yang baik dan beramalah dengan amalan yang baik.”
Firman Allah juga yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman makanlah
dari apa-apa yang baik yang telah kami rizkikan kepadamu.” Kemudian Beliau
menceritakan seorang laki-laki yang telah lama perjalanannya, rambutnya kusut
penuh debu, dia mengangkat kedua tangnnya ke langit dan berdo’a : “Ya Rabb,
Ya Rabb! Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan
dikenyangkan dengan sesuatu yang haram, bagaimana ia akan dikabulkan doa’anya.”
[HR.Muslim, 1015].
1.HUKUM DASAR
Pada dasarnya semua
makanan hukumnya adalah halal,kecuali yang diharamkan oleh dalil, Allah
berfirman :
هو
الذي خلقكم ما في الأرض جميعا
“Dialah yang telah menjadikan
segala sesuatu yang ada di bumi ini untuk kamu… [QS. Al Baqarah:29].
Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata : “Dalam
ayat diatas terdapat dalil bahwa pada dasarnya segala sesuatu itu halal dan
suci karena ayat tersebut konteksnya adalah menyebutkan nikmat.” [Tafsir
As Sa’di, hal 30].
2.SYARAT MAKANAN YANG HALAL
1.Suci, bukan najis atau yang terkena najis. Allah berfirman :
إنما
حرم عليكم الميتة و الدم و لحم الخنزير وما أهل به لغير الله
“Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih
dengan nama selain Allah.” [QS. Al
Baqarah:173].
2.Aman, tidak bermudharat baik yang
langsung maupun yang tidak langsung. Allah berfirman :
ولا
تلقوا بأيديكم إلى التهلكة
“Dan janganlah kamu menjerumuskan
diri kamu kedalam kebinasaan.” [QS. Al
Baqarah:195].
3.Tidak memabukkan. Rasulullahصلى الله عليه وسلم bersabda : “setiap yang memabukkan
adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.” [HR.Muslim,2003].
4.Disembelih dengan penyembelihan yang
sesuai dengan syari’at jika makanan itu berupa daging hewan.
B.Makanan
Haram
Jenis
Makanan HARAM:
1.
BANGKAI
Yaitu
hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan
bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab
pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi
kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sbb :
A.
Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau
tidak.
B.
Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras
hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.
C.
Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau
jatuh ke dalam sumur sehingga mati.
D.
An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya (lihat
Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim 3/22 oleh Imam Ibnu Katsir).
Sekalipun
bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan
belalang berdasarkan hadits:
Allah
-Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan dalam firman-Nya:
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ
اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ
وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”.
(QS. Al-Ma`idah: 3)
“Dari
Ibnu Umar berkata: ” Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua
bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa.”
(Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11)
Rasululah
juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda:
“Laut
itu suci airnya dan halal bangkainya.”: (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam
Al-Furqan 26 edisi 3/Th 11) Syaikh Muhammad Nasiruddin Al–Albani berkata dalam
Silsilah As-Shahihah (no.480): “Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu
halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)?
Beliau menjawab: “Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan
Rasulullah bersabda: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” (HR.
Daraqutni: 538).
Adapun
hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah
shahih. (Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm dan Syarh Shahih Muslim
(13/76) oleh An-Nawawi).
2.
DARAH
Yaitu
darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya:
“Atau
darah yang mengalir” (QS. Al-An’Am: 145) Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas
dan Sa’id bin Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila
seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam
yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta
atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat
makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini.
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24).
Sekalipun
darah adalah haram, tetapi ada pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan
hadits Ibnu Umar di atas tadi. Demikian pula sisa-sisa darah yang menempel pada
daging atau leher setelah disembelih.Semuanya itu hukumnya halal.
Syaikul
Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Pendapat yang benar, bahwa darah yang
diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang
menempel pada daging, maka tidak ada satupun dari kalangan ulama’ yang
mengharamkannya”. (Dinukil dari Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr.
Shahih Al-Fauzan).
3.
DAGING BABI
Babi
baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota
tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam
al-Qur’an, hadits dan ijma’ ulama.
4.
SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH
Yakni
setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena
Allah mewajibkan agar setiap makhlukNya disembelih dengan nama-Nya yang mulia.
Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama
selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum
sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.
5.
HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS
Yakni
hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya
kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir
dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama.
Orang-orang jahiliyah dulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas
baik kambing, unta,sapi dsb, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum
mukminin.
Adapun
hewan yang diterkam binatang buasa apabila dijumpai masih hidup (bernyawa)
seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian
disembelih secara syar’i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah
disembelih secara halal.
6.
BINATANG BUAS BERTARING
Hal
ini berdasarkan hadits : “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: “Setiap
binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan” (HR. Muslim no. 1933)
Perlu
diketahui bahwa hadits ini mutawatir sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Abdil
Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam I’lamul
Muwaqqi’in (2/118-119) Maksudnya “dziinaab” yakni binatang yang memiliki taring
atau kuku tajam untuk melawan manusia seperti serigala, singa,anjing, macan
tutul, harimau,beruang,kera dan sejenisnya. Semua itu haram dimakan”. (Lihat
Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi).
Hadits
ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas yang bertaring
bukan hanya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah pendapat
yang salah. (lihat At-Tamhid (1/111) oleh Ibnu Abdil Barr, I’lamul Muwaqqi’in
(4-356) oleh Ibnu Qayyim dan As-Shahihah no. 476 oleh Al-Albani.
Imam
Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127): “Saya tidak mengetahui
persilanganpendapat di kalangan ulama kaum muslimin bahwa kera tidak boleh
dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada manfaatnya. Dan kami tidak
mengetahui seorang ulama’pun yang membolehkan untuk memakannya. Demikianpula
anjing,gajah dan seluruh binatang buas yang bertaring. Semuanya sama saja
bagiku (keharamannya). Dan hujjah adalah sabda Nabi saw bukan pendapat
orang….”.
Para
ulama berselisih pendapat tentang musang. Apakah termasuk binatang buas yang
haram ataukah tidak ? Pendapat yang rajih bahwa musang adalah halal sebagaimana
pendapat Imam Ahmad dan Syafi’i berdasarkan hadits :
“Dari
Ibnu Abi Ammar berkata: Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang musang, apakah
ia termasuk hewan buruan ? Jawabnya: “Ya”. Lalu aku bertanya: apakah boleh
dimakan ? Beliau menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Apakah engkau mendengarnya
dari Rasulullah ? Jawabnya: Ya. (Shahih. HR. Abu Daud (3801), Tirmidzi (851),
Nasa’i (5/191) dan dishahihkan Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban,
Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Habir
(1/1507).
Lantas
apakah hadits Jabir ini bertentangan dengan hadits larangan di atas? ! Imam
Ibnu Qoyyim menjelaskan dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/120) bahwa tidak ada
kontradiksi antara dua hadits di atas. Sebab musang tidaklah termasuk kategori
binatang buas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun segi urf (kebiasaan)
manusia. Penjelasan ini disetujui oleh Al-Allamah Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul
Ahwadzi (5/411) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam At-Ta’liqat
Ar-Radhiyyah (3-28)
7.
BURUNG YANG BERKUKU TAJAM
Hal
ini berdasarkan hadits : Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah melarang dari
setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam” (HR Muslim no. 1934)
Imam
Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234): “Demikian juga setiap burung
yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya”. Imam Nawawi
berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: “Dalam hadits ini terdapat dalil
bagi madzab Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang
haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.”
8.
KHIMAR AHLIYYAH (KELEDAI JINAK)
Hal
ini berdasarkan hadits:
“Dari
Jabir berkata: “Rasulullah melarang pada perang khaibar dari (makan) daging
khimar dan memperbolehkan daging kuda”. (HR Bukhori no. 4219 dan Muslim no.
1941) dalam riwayat lain disebutkan begini : “Pada perang Khaibar, mereka
menyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah melarang dari bighal dan
khimar dan tidak melarang dari kuda. (Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa’i
(7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni
(4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no. 2811).
Dalam
hadits di atas terdapat dua masalah :
Pertama
: Haramnya keledai jinak. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan
sahabat, tabi’in dan ulama setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan
jelas seperti di atas. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal dengan
kesepakatan ulama. (Lihat Sailul Jarrar (4/99) oleh Imam Syaukani).
Kedua
: Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid bin Ali, Syafi’i, Ahmad,
Ishaq bin Rahawaih dan mayoritass ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih
dan jelas di atas. Ibnu Abi Syaiban meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai
syarat Bukhari Muslim dari Atha’ bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: ”
Salafmu biasa memakannya (daging kuda)”. Ibnu Juraij berkata: “Apakah sahabat
Rasulullah ? Jawabnya : Ya. (Lihat Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam
As-Shan’ani).
9.
AL-JALLALAH
Hal
ini berdasarkan hadits : “Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari
jalalah unta untuk dinaiki. (HR. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih).
“Dalam
riwayat lain disebutkan: Rasulullah melarang dari memakan jallalah dan
susunya.” (HR. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189).
“Dari
Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah melarang dari
keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya”(HR Ahmad (2/219) dan
dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).
Maksud
Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua-yang
makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manuasia/hewan dan
sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf
(5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang
makan kotoran selama tiga hari. (Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan
Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).
Al-Baghawi
dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: “Kemudian menghukumi suatu hewan yang
memakan kotoran sebagai jalalah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan
kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori jalalah
dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya…”
Hukum
jalalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas Syafi’iyyah dan Hanabilah.
Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq Al-’Ied dari para fuqaha’ serta
dishahihkan oleh Abu Ishaq Al-Marwazi, Al-Qoffal, Al-Juwaini, Al-Baghawi dan
Al-Ghozali. (Lihat Fathul Bari (9/648) oleh Ibnu Hajar).
Sebab
diharamkannya jalalah adalah perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila
pengaruh kotoran pada daging hewan yang membuat keharamannya itu hilang, maka
tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya hahal secara yakin dan tidak ada
batas waktu tertentu. Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan (9/648): “Ukuran waktu
boelhnya memakan hewan jalalah yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut
hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.”.
Pendapat ini dikuatkan oleh imam Syaukani dalam Nailul Authar (7/464) dan
Al-Albani dan At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3/32).
10.
AD-DHAB (HEWAN SEJENIS BIAWAK) BAGI YANG MERASA JIJIK DARINYA
Berdasarkan
hadits: “Dari Abdur Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah melarang dari makan
dhab (hewan sejenis biawak). (Hasan. HR Abu Daud (3796), Al-Fasawi dalam
Al-Ma’rifah wa Tarikh (2/318), Baihaqi (9/326) dan dihasankan Al-Hafidz Ibnu
Hajar dalam Fathul Bari (9/665) serta disetujui oleh Al-Albani dalam
As-Shahihah no. 2390).
Benar
terdapat beberapa hadits yang banyak sekali dalam Bukhari Muslim dan selainnya
yang menjelaskan bolehnya makan dhob baik secara tegas berupa sabda Nabi maupun
taqrir (persetujuan Nabi). Diantaranya , Hadits Abdullah bin Umar secara marfu’
(sampai pada nabi) “Dhab, saya tidak memakannya dan saya juga tidak
mengharamkannya.” (HR Bukhari no.5536 dan Muslim no. 1943)
11.
HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA SUPAYA DIBUNUH
“Dari
Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima hewan fasik yang hendaknya dibunuh,
baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, tikus, anjing hitam. ” (HR. Muslim
no. 1198 dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz “kalajengking: gantinya “ular” )
Imam
ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): “Setiap binatang yang
diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya,
karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh
binatang yang dimakan” (Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan
Al-Majmu’ Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi).
“Dari
Ummu Syarik berkata bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak” (HR.
Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237). Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid
(6/129)” “Tokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya”.
12.
HEWAN YANG DILARANG UNTUK DIBUNUH
“Dari
Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung
hud-hud dan burung surad. ” (HR Ahmad (1/332,347), Abu Daud (5267), Ibnu Majah
(3224), Ibnu Hibban (7/463) dan dishahihkan Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam
At-Talkhis 4/916). Imam Syafi’i dan para sahabatnya mengatakan: “Setiap hewan
yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh
dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.” (Lihat Al-Majmu’ (9/23) oleh
Nawawi).
Haramnya
hewan-hewan di atas merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada
perselisihan di dalamnya kecuali semut, nampaknya disepakati keharamannya.
(Lihat Subul Salam 4/156, Nailul Authar 8/465-468, Faaidhul Qadir 6/414 oleh
Al-Munawi). “Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang tabib
pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu
Rasulullah melarang membunuhnya. (HR Ahmad (3/453), Abu Daud (5269), Nasa’i
(4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan Ibnu Hajar
dan Al-Albani).
Haramnya
katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya
serta pendapat yang shahih dari madzab Syafe’i. Al-Abdari menukil dari Abu
Bakar As-Shidiq, Umar, Utsman dan Ibnu Abbas bahwa seluruh bangkai laut
hukumnya halal kecuali katak (lihat pula Al-Majmu’ (9/35) , Al-Mughni (13/345),
Adhwaul Bayan (1/59) oleh Syaikh As-Syanqithi, Aunul Ma’bud (14/121) oleh Adzim
Abadi dan Taudhihul Ahkam (6/26) oleh Al-Bassam)
13.
BINATANG YANG HIDUP DI 2 (DUA) ALAM
Sejauh
ini BELUM ADA DALIL dari Al Qur’an dan hadits yang shahih yang menjelaskan
tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian
binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya “asal hukumnya adalah halal
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Berikut
contoh beberapa dalil hewan hidup di dua alam :
KEPITING
– hukumnya HALAL sebagaimana pendapat Atha’ dan Imam Ahmad.(Lihat Al-Mughni
13/344 oleh Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu Hazm).
KURA-KURA
dan PENYU – juga HALAL sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin
Ali, Atha’, Hasan Al-Bashri dan fuqaha’ Madinah. (Lihat Al-Mushannaf (5/146)
Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84).
ANJING
LAUT – juga HALAL sebagaimana pendapat imam Malik, Syafe’i, Laits, Syai’bi dan
Al-Auza’i (lihat Al-Mughni 13/346).
KATAK/KODOK
– hukumnya HARAM secara mutlak menurut pendapt yang rajih karena termasuk hewan
yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Islam
memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi
makanan haram. Rasulullah bersabda: “Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah
saw bersabda: ” Sesungguhnya Allah baik tidak menerima kecuali hal-hal yang baik,
dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana yang
diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman: “Hai rasul-rasul, makanlah
dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya Aku
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Dan
firmanNya yang lain: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki
yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu” Kemudian beliau mencontohkan seorang
laki-laki, dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu,
ia menengadahkan kedua tangannya ke langit: Yaa Rabbi ! Yaa Rabbi ! Sedangkan
ia memakan makanan yang haram, dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang
haram, dan ia meminum dari minuman yang haram, dan dibesarkan dari hal-hal yang
haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya”. (HR Muslim no. 1015).
B.
SARAN
Demikianlah pembahasan tentang “Makanan Halal Dan Haram”
Untuk menyempurnakan makalah ini kami berharap kritik dan saran yang membangun
untuk terbentuknya makalah yang lebih baik.
http://salafy.or.id dinukil
sekian dulu yaaa....
jangan lupa ::